Era Digital yang Adiktif: Sisi Gelap Teknologi dan Solusinya (my work from an essay competition, not translated)
Kemajuan teknologi tidak dapat dipungkiri membawa banyak dampak positif bagi peradaban dan masyarakat, namun seperti halnya pisau bermata dua teknologi juga membawa dampak negatif; sisi gelap yang adiktif namun jarang diperhatikan dan bahkan dinormalisasi oleh kebanyakan orang.
Tetapi pertama-tama penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana cara otak manusia bekerja agar mampu memahami dapat betapa adiktifnya teknologi itu. Terdapat empat hormon di dalam otak yang mempengaruhi kebahagian; (1) endorphin, (2) oxytocin, (3) serotonin, dan (4) dopamine. (1) ‘Kebahagian’ yang berasal dari endorphin terpicu oleh luka fisik, yang mana berfungsi mengurangi sakit yang dirasa; dan membuat manusia mampu menyelamatkan diri ketika terluka, (2) kebahagian oxytocin terpicu ketika kita telah mempercayai seseorang, (3) kebahagian serotonin terpicu ketika individu merasa dirinya penting, dan (4) kebahagian dopamine terpicu ketika individu mengharapkan reward setelah melakukan sesuatu. (Petric, 2021)
Perhatikan bahwa normalnya hormon tersebut hanya akan terpicu dalam kondisi tertentu sebagai check and balance agar manusia tidak mudah selalu merasa bahagia setiap saat; yang mana hal ini akan berdampak buruk. Karena apabila manusia terlalu sering merasa bahagia maka otak akan meminta kita untuk berperilaku kompulsif untuk mendapatkan reward berupa kebahagiaan tanpa berpikir akan dampak setelahnya; atau berperilaku adiktif (Petric, 2021). Sering kita temui di kehidupan sehari-hari orang yang menjadi korban dari perilaku adiktif; mereka yang mencari kebahagian dengan berbagai cara tanpa peduli itu akan ‘merusak’ mereka, semisal pecandu narkoba. Karenanya, dapat kita simpulkan bahwa perilaku adiktif merupakan hal yang serius dan harus diperhatikan.
Namun, di era digital sekarang hormon otak terutama dopamine menjadi sangat mudah terpicu oleh teknologi, sehingga orang kebanyakan menjadi adiktif dengan teknologi yang mereka punya.
Teknologi dirancang agar Bersifat Adiktif
Tanpa kebanyakan kita sadari kebanyakan teknologi memang dirancang agar bersifat adiktif, ambil contoh social media; yang memungkinkan terciptanya interaksi yang bersifat global dan kemudahan untuk melihat berbagai konten (gambar, video, maupun konten tertulis). Pengembang sosial media akan mendapat untung ketika penggunanya menghabiskan waktu yang lama, sehingga mereka pun dirancang agar bersifat adiktif; seperti fitur like post yang membuat penggunanya mendapatkan kebahagiaan berupa validasi sehingga mengharapkan lebih banyak likes dengan cara mengupload lebih dan menggunakan sosial media lebih lama lagi, juga fitur lainnya seperti for your page atau fyp yang membuat tersajinya konten berbasis algoritma berdasarkan kesukaan penggunanya dan dapat diakses dengan mudahnya hanya dengan scroll jari sehingga menjadikan kebahagian sangat mudah untuk diraih.
Fitur-fitur yang telah disebutkan di atas dan segala fitur lainnya dari sosial media cenderung akan membuat penggunanya menjadi adiktif, dan apabila sudah kecanduan maka sangat sulit disembuhkan, karena tingkat kecanduan sosial media dapat disetarakan dengan kecanduan alkohol, rokok, dan narkoba. (Macit et al., 2018; Petric, 2021)
Contoh Nyata Kecanduan Teknologi di Masyarakat
Smartphone adalah contoh produk teknologi yang mengubah dan ikut serta dalam kehidupan dan aktivitas sehari-hari masyarakat, penggunaan smartphone telah menyebar secara global. Lebih dari 91% penduduk Indonesia telah memakai smartphone, serta mengambil 54% dari total screen time pengguna smartphone di dunia. Bahkan telah dinormalisasi bahwa anak di bawah umur pun dapat mengoperasikan smartphone tanpa pengawasan orang tua. (Dhamayanti et al., 2018.)
Dapat kita amati di lingkungan sekitar bahwa akibat dari kecanduan smartphone sangatlah buruk, banyak anak-anak maupun orang dewasa mengalami mental disorder (kecemasan berlebih, FOMO, ADHD, dll), berkurangnya attention span (sehingga sulit memahami baik itu percakapan sehari-hari, materi pelajaran, maupun pengetahuan baru secara umum), dan yang terparah; malas dalam melakukan hal-hal yang bersifat produktif seperti bekerja maupun belajar. Semua efek negatif dari kecanduan smartphone (dan teknologi secara umum) bersifat layaknya efek domino; yang mana perlahan-lahan akan menghancurkan individu seperti halnya kecanduan alkohol dan narkoba sehingga sangat penting untuk kita perhatikan.
Solusi dan Pengalaman dari Penulis
Berdasarkan pengalaman dari penulis, untuk mengurangi kecanduan teknologi dapat dengan cara mengontrol seberapa sering akses kita terhadap teknologi tersebut, dalam hal penggunaan smartphone dan sosial media misalnya, kita dapat membatasi penggunaan smartphone dengan membatasi screen on time kita dengan aplikasi maupun fitur bawaan, dan apabila tingkat kecanduannya terlalu parah dapat pula dengan uninstall sosial media maupun aplikasi yang sering digunakan. Namun perlu dicatat apabila telah berhasil mengurangi akses terhadap teknologi, biasanya akan mengalami kebosanan karena diri yang biasanya mudah mendapatkan kebahagiaan kini kekurangan kebahagian yang instan. Maka langkah selanjutnya adalah dengan mencari hobi yang lebih bermanfaat; yang membutuhkan usaha untuk mendapatkan kebahagiaan darinya, seperti menulis maupun membaca, untuk menghilangkan kebosanan dalam diri.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membangun kebiasaan membaca seperti: (1) memilih jenis dan genre bacaan yang disukai, (2) membaca secara perlahan, dan (3) konsistensi (ini yang terpenting). (1) Perihal jenis bacaan, banyak orang yang tidak melakukan eksplorasi terhadap banyaknya jenis dan genre bacaan sehingga menganggap membaca itu sebagai aktivitas yang membosankan, padahal apabila dieksplorasi lebih jauh ada banyak sekali jenis bacaan untuk minat yang berbeda-beda. (2) Banyak orang yang merasa tidak bisa memfokuskan diri untuk membaca maupun terbebani dengan bacaan yang ada, namun membaca bukanlah pekerjaan rumah yang membebani, kita dapat membaca secara perlahan sehingga melatih fokus diri dan kebiasaan membaca. (3) Terakhir, semuanya itu akan sia-sia tanpa adanya konsistensi, karena untuk membangun hobi yang tidak se-adiktif menggunakan sosial media dan smartphone bukanlah hal yang mudah.
Kemudian untuk kebiasaan menulis kita dapat melakukan: (1) membaca lebih, (2) biasakan mengutarakan ide-ide, dan (3) menulis tanpa terlalu memikirkan struktur dan tata bahasa. (1) Menulis dan membaca merupakan kemampuan bahasa yang saling terkait karena untuk menulis kita perlu background knowledge yang akan didapat melalui membaca; sehingga penting bagi kita untuk membaca lebih banyak lagi untuk menambah pengetahuan. (2) Seringkali dalam menulis orang mengalami kesusahan dalam menuliskan gagasan maupun ide-ide yang dimiliki, hal ini dapat diatasi dengan membiasakan diri mengutarakan ide-ide dengan menulis; entah itu melalui aplikasi notes maupun tinta dan kertas. (3) Banyak penulis terlalu terpaku pada struktur dan tata bahasa terutama ketika menulis dalam bahasa asing seperti bahasa Inggris, hal ini menyebabkan penulis terkadang menjadi terlalu perfeksionis sehingga akan kesulitan dalam mengutarakan ide-ide dan menjadi lambat dalam penyelesaian tulisannya, alangkah baiknya lakukan free writing atau menulis tanpa terlalu memikirkan struktur dan tata bahasa yang mana fokus utama penulis terletak pada penyampaian ide-ide (menulis secara bebas).
Terakhir, kita dapat 'menggunakan teknologi untuk mengatasi kecanduan teknologi'; dengan cara mencari berbagai solusi secara online yang sekiranya dapat membantu kita untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan kecanduan teknologi. Namun, perlu dicatat apabila kecanduannya sudah semakin parah maka alangkah baiknya melakukan konsultasi dengan ahli.
Referensi
Dhamayanti, M., Dwiwina, R. G., & Adawiyah, R. (2018). Influence of Adolescents’ Smartphone
Addiction on Mental and Emotional. https://doi.org/10.15395/mkb.v51n1.1577
Macit, H. B., Macit, G., & Güngör, O. (2018). A RESEARCH ON SOCIAL MEDIA
ADDICTION AND DOPAMINE DRIVEN FEEDBACK. Journal of Mehmet Akif Ersoy
University Economics and Administrative Sciences Faculty, 5(3), 882–897.
Petric, D. (2021). New perspective on addiction: The hypothesis of rebound effect. Addiction Research & Theory, 5(2). https://doi.org/10.33425/2639-8451.1028
Comments
Post a Comment